Selasa, 21 Juli 2009

Cerpen Perempuan dan Sebutir Tomat

cerpen, cerita perempuan dan sebutir tomat, kumpulan cerpen cerpen jepang

MENURUTMU bagaimana mengatasi kesunyian pada hari tua. Barangkali ini hanya sebatas ucapan kosong, melantur, dan tak kumaksudkan untuk apa-apa serta bukan untuk siapa-siapa. Kalau perlu lupakan saja. Namum, aku ingin menceritakan sesuatu kepadamu. Sesuatu yang membuatku menghabiskan hampir sebulan penuh hanya untuk mengikuti perempuan itu. Sesuatu yang barangkali seperti menemukan selembar kertas koran bekas yang terbang di jalan, kumal, tertanggal seumur usia, dan menyimpan sebuah berita kematian saudara. Jangan pernah bilang aku jatuh cinta karena sorot matanya yang tentu menyimpan sebuah dunia yang asing itu.

"Hiduplah orang-orang lain bersama kita," *) kata-kata itu meluncur dari mulutnya selancar doa-doa dan mantra. Bergulir seiring kerenyit derit roda-roda kereta yang menukik membelah sepanjang persawahan, sesekali hutan, sepuluh sungai besar dan kecil, tiga kota kecamatan dan selebihnya kota-kota yang riuh.
Bersamanya seorang lelaki sebaya, mungkin suaminya. Tangannya memegang sebutir tomat merah ranum, selalu diputar-putar dan seperti tak hendak dimakan. Berbaju kebaya, menyimpan sedikit kerak kecantikan yang tersemburat dari gurat-gurat kulit wajah dan tubuhnya. Sementara lelaki yang sebangku dengannya itu terkantuk-kantuk dengan jenggot putih jatuh membungkus usianya yang sepuh.

Ah, kenapa aku ingin berbagai cerita padamu. Entah. Tetapi yang sangat aku ingat, kali pertama aku melihatnya ketika aku duduk di dalam kereta sementara ia berada di bangku seberang, duduk dekat jendela. Matanya ditebar ke keluasan perjalanan. Namun mulutnya selalu mengucapkan kata-kata seperti mantra, "Hiduplah orang-orang lain bersama kita," Sedang lelaki yang bersamanya seolah tak ingin mendengar semua kata-katanya yang menderas selaju kencang kereta, jatuh tertidur dengan dengkur lentur.

Kereta berhenti hampir di setiap stasiun. Namun kedua orang itu tak juga turun. Hingga sampai di ujung stasiun, baru kulihat perempuan itu merapikan barang-barang. Hanya dua tas jinjing kecil dan sebuah tas yang menggantung di bahu kirinya. Sementara si lelaki membawa dua tas jinjing kecil itu keluar kereta, perempuan itu terus berbicara yang di kepalaku menjadi semacam gerutuan yang mengerikan, "Hiduplah orang-orang lain bersama kita."

Sementara sepanjang perjalanan, kami menjadi akrab. Berkat mantra-mantranya, aku pun menyempatkan diri bercakap-cakap sepanjang kereta menderit-derit dan memenuhi tawaran untuk berkunjung ke rumahnya. Sebuah kebetulan. Rumahnya dipenuhi oleh bermacam kupu-kupu yang selalu singgah saban hari, katanya. Rumah kayu di tepi sebuah hutan kecil, tak banyak rumah, tak juga ada listrik, hanya lampu-lampu minyak yang terpancang di beberapa tiang, dan seorang anak muda berumur sekitar sepuluh tahun yang terikat di kursi. Menuju ke rumahnya perlu di tempuh dengan sepuluh menit mengendarai ojek atau hampir setengah jam jalan kaki melewati jalan berbatu. Dan hampir selama sebulan penuh akhirnya aku tinggal di rumah itu.

"Apa ia tak mati kelaparan?" tanyaku pada Ubit Abi suami Uni Daiya, kedua orang itu, sambil melirik ke arah Kun, anak yang diikat di kursi dekat bibir pintu rumah itu.
"Masih hidup," katanya sambil membawa biji-biji bunga matahari yang ia bawa keluar ke arah Uni Daiya yang tengah menyiangi pelataran yang dipenuhi segala macam bunga-bunga.

"Berapa hari kalian meninggalkan dia?"
"Cukup waktu sehari semalam untuk serbuk bunga ini tumbuh."
"Bagaimana jika ia mati?"
"Kematian tak perlu lagi membuat tangis kan?"
"Anak siapa? Cucumu? Kalian menculiknya?"
"Manusia harus dibiarkan hidup, membunuh adalah kejahatan!"
"Kalian tidak takut dilaporkan ke polisi?"
"Usiaku tinggal menghitung satu dua hari."
"Kejahatan!" sergahku.

"Hiduplah orang-orang lain bersama kita," sahut Uni Daiya. Mukanya nampak kumal terpanggang matahari, seharian. Ia beranjak melewatiku dan berjalan ke arah dapur. Tubuhnya kembali bersama sebuah piring yang telah dipenuhi dengan nasi dan lauk pauk. Ia mendekati Kun dan menyuapinya sesuap demi sesuap. Selang beberapa lama kemudian kudengar kedua orang itu tengah mendengkur lentur di dalam rumah. Aku mendekati Kun.
"Kau mendengarku?" bisikku sambil menggerak-gerakkan tubuh Kun. Anak itu menatapku, bola matanya bersinar.

"Kau ingin aku melepaskan ikatanmu?" tanyaku dibalas gelengan kepala. Ia tertunduk lagi dan juga tertidur.
Perempuan itu saban hari pekerjaannya hanya memelihara kebun tomat dan bunga-bunga. Seminggu sekali mereka akan memetik bunga-bunga dan beberapa butir tomat untuk ditukar suaminya dengan beras dan minyak tanah di pasar, tujuh kilometer di bawah sana.

"Dari mana Uni naik kereta?"
"Anakku dikuburkan," jawabnya sederhana.
"Maaf."
Tak ada suara.
"Kenapa Uni tak ikut anak Uni di kota?"
"Keterasingan."
"Kenapa Uni selalu mengikat Kun. Biarkan dia berjalan-jalan sesekali, aku yakin dia tidak akan lari!"
"Kun yang tak ingin jalan-jalan dan lari. Dia yang ingin duduk di situ!"
"Kenapa diikat?"
"Kau ingin dia terjatuh kalau tidur?"
"Tidur di ranjang atau di tikar pandan!"
"Repot!"
"Uni tidak ingin dibilang menyakiti dia kan?"
"Aku mengenal sekali tomat itu, makanya aku tahu kapan dia akan mati?"
Aku tak mengerti. Aku berhenti bertanya ketika ia terbatuk-batuk. Dadanya seperti tertekuk dan seketika menjadi ringkih, ada kerit sesak ketika ia bernafas. Hawa di daerah ini menyimpan kelembaban yang tinggi. Daerah yang tidak kondusif untuk orang yang menderita asma atau bronkitis.

Menjelang malam Uni menyeduh segelas teh hangat dan meminumkan dengan sabar ke Kun, menyelimuti dan menutup sebagian wajahnya. Setelah itu ia memasang lampu minyak dan menutup pintu. Suara serangga malam menjadi liar di tengah malam. Beberapa kunang-kunang terkadang menyerobot masuk. Sementara Ubit Abi membakar semak-semak di sebelah rumah hingga hangat menyelusup masuk ke dalam.

Uni dan Ubit Abi memperlakukanku dengan baik. Pekerjaanku yang hanya memotret dan sesekali ikut Ubit Abi masuk hutan -menemukan beberapa spesies kupu-kupu unik yang bisa kujepret- seperti tak mengganggu keseharian mereka, sama sekali.
Selang dua minggu, aku menemukan Kun tak bergerak. Panik dan ketakutanku tak membuat rumah ini riuh. Mereka mengangkat tubuh Kun kemudian memperlakukan layaknya orang yang sudah mati. Sekeyakinanku Kun memang sudah membeku, mungkin sejak subuh.
"Hiduplah orang-orang lain bersama kita," kata-kata itu kembali nyaring keluar dari mulut Uni Daiya.

Senja setelah kuburan Kun dipenuhi bunga-bunga, Uni Daiya duduk di kursi Kun sembari memutar-mutar sebutir tomat, sesuatu yang pernah dilakukannya di kereta. Sesaat aku teringat ucapannya, "Aku mengenal sekali tomat itu, makanya aku tahu kapan dia akan mati."

Dadaku sesak.
"Kenapa Uni tak biarkan dia berlari, barangkali dia ingin melihat bunga-bunga yang Uni tanam?"
"Barangkali dia mendengar dan berlari lebih jauh hanya dari kursi ini. Aku melihatnya. Sering. Barangkali sekarang aku yang ingin mendengar gersak daun-daun yang dibaliknya ada seekor babi hutan yang diam-diam dengan tergesa menyeruduknya hingga kedua rusuk iganya patah hingga ia tumbuh menjadi lumpuh hingga yang aku tahu umurnya bisa bertahan selama tomat ini belum membusuk. Kun terlampau lemah.

"Membawa kanker tulang dari kota. Hingga aku meyakini kanker itu diam-diam menggerus tubuhnya sampai kerontang hingga suamiku hanya akan menghitung hari demi hari. Ia bermain di sana -sambil jari telunjuknya menunjuk ke sisi bukit- nyaris masuk ke tengah hutan. Lalu babi hitam itu meretakkan dua tulang iganya. Kun hanya berlibur. Kun senang sekali menemani kami. Mengejar kupu-kupu, sepertimu. Tapi akhirnya kami yang harus memiliki kesetiaan untuk menemani Kun. Menjaga matanya tetap terjaga dan berlari mengejar kupu-kupu."

Aku bungkam. Di telingaku, angin menjadi tajam dan menusuk lebih keras kulit tubuhku.
"Ia sanggup bertahan, makanya kami tak tanyakan kematian kami. Setelah ibunya di kota dikubur, barangkali dia tak ingin lari lagi."
Ia mengulurkan sebutir tomat itu ke tanganku. "Hiduplah orang-orang lain bersama kita," kata-kata itu diucapkannya bersama sebuah senyuman. Matanya dipejamkan.
Senja tiba dan Ubit Abi memperlakukan dia sebagaimana Uni Daiya memperlakukan Kun. Dan terakhir, aku yang menyelimuti tubuh Ubit Abi sepanjang senja mulai turun hingga perlahan sebutir tomat yang ada di tanganku mulai lembek dan membusuk. Saat itu aku musti menanamnya, begitu pesan Uni Daiya.

Sebulan, tepatnya. Perjalanan pulang. Barangkali hanya sebersit harap, aku menemukan selembar kertas koran, seumur usia dan ada berita kematian seorang kerabat. Lalu lamat-lamat gerimis merapat. Aku menarik krah jaketku ke atas dan tertidur pulas di kereta. Barangkali aku juga ingin menyimpan kisah ini, sekalipun kepadamu. Ry!

Senin, 20 Juli 2009

Cerita Anak Lemper Jepang


cerita pendek anak jepang, cerita anak lemper jepang, cerpen anak

Anak Lemper Jepang
Cerita anak berkisah tentang Lemper Jepang. Dongeng anak dan kisah anak Lemper Jepang dapat diceritakan sebelum tidur agar anak-anak dapat menambah pengetahuan dan memberikan rasa kasih sayang kepada anak kita

Biasanya kalau hari Minggu, Shasa suka bermalas-malasan. Bangun tidurnya sih tetap subuh tetapi setelah itu kembali tidur-tiduran sambil menonton film kartun kesukaannya. Mandi pagi? Wahh.. Mama sampai harus berulangkali menyuruh mandi baru deh Shasa mau mandi.

Hari Minggu ini ada yang berbeda. Pagi-pagi Shasa sudah mandi dan sarapan. Ada apa gerangan?

Ternyata hari ini papa akan mengajak mama dan Shasa ke toko buku. Kata papa, Shasa boleh membeli buku cerita kesukaannya dua buah. Setelah itu mereka akan makan siang di restoran.

Seperti yang dijanjikan, jam sepuluh pagi mereka pergi ke mall.

“Waahh.. besar sekali toko bukunya,” gumam Shasa terkagum-kagum. Koleksi buku anak-anaknya pun banyak sekali. Beberapa menit kemudian Shasa sudah asyik memilih-milih buku bacaan. Sesekali pandangannya beralih ke deretan rak yang memajang novel dewasa. Hanya untuk memastikan mama ada di sana. Sama seperti dirinya, mama juga tampak asyik memilih-milih buku.

“Habis ini kita mau ke mana, Pa?” tanya Shasa ketika selang satu jam kemudian mereka melangkah keluar dari toko buku.

“Papa mau mengajak Shasa makan Sushi,” jawab papa.

sushi“Apaan tuh Sushi?” Shasa kembali bertanya.

“Sushi itu makanan jepang terbuat dari nasi yang digulung dan diberi isi di bagian tengahnya. Ada yang isinya ikan, belut, daging atau yang lainnya.” Mama menjelaskan.

“Ooo..” Shasa mengangguk-anggukkan kepalanya. “Seperti lemper ya, Ma?”

lemper“Iya. Bedanya kalau lemper terbuat dari ketan sementara Sushi terbuat dari nasi. Lemper dibungkus daun pisang sementara beberapa jenis Sushi dibungkus Nori.”

“Nori? Apaan lagi tuh? Kok seperti nama teman Shasa?” Shasa kembali bertanya.

Mama dan papa tertawa mendengarnya. “Nori itu lembaran tipis berwarna hitam terbuat dari rumput laut,” kata mama. Shasa kembali mengangguk-anggukkan kepalanya.

Di restoran, Shasa memesan Unagi Sushi yaitu Sushi yang berisi potongan belut. Shasa memang suka makan belut.

“Gimana, Shasa suka gak makan Sushi?” tanya papa setelah mereka selesai bersantap.

Shasa menggelengkan kepalanya.

“Lohh.. kenapa?” tanya papa lagi.

“Habis makannya harus pakai sumpit sih,” jawab Shasa. “Shasa kan gak bisa pakai sumpit.”

Mama dan papa tertawa mendengarnya.

“Kalau Shasa gak bisa pakai sumpit kan bisa pakai sendok dan garpu,” kata papa.

“Iya sih.. tapi Shasa lebih suka lemper Indonesia dibanding lemper Jepang. Pokoknya lemper Indonesia itu mak nyuuusss..” Shasa menjawab sambil mengacungkan dua jempol ke arah papa. “Lagian Shasa kan cinta makanan Indonesia.”

“Iya deehh..” kata mama dan papa serempak sambil tertawa.

Betul juga apa yang dikatakan Shasa. Kalau bukan kita yang mencintai makanan Indonesia, siapa lagi?

Minggu, 19 Juli 2009

cerpen jepang | rashomon


cerpen jepang, rahomon wallpaper

Mengisahkan pertemuan seorang Genin (samurai kelas rendah) dengan seorang perempuan tua di gerbang Rashomon, Kyoto. Konon, gerbang ini juga menjadi tempat pembuangan mayat-mayat tak dikenal hingga tak seorangpun berani mendekatinya di malam hari. Di dera rasa lapar yang hebat, terjadi dilema dalam benak Genin, apakah dia akan terus bertahan disitu atau membuang jauh-jauh harga dirinya dengan menjadi pencuri sebagai jalan terakhir bertahan hidup. Pertemuannya dengan sang perempuan tua awalnya menimbulkan rasa jijik di hati Genin karena melihat ulah perempuan itu yang mencuri rambut mayat-mayat yang tergeletak di Rashomon. Si perempuan tua berkilah bahwa ia terpaksa melakukan itu demi bertahan hidup, ditambah kenyataan bahwa salah satu mayat yang ia curi rambutnya dulu adalah seorang perempuan pedagang daging yang sering menipu konsumennya. Lalu bagaimana dengan Genin? Apakah dia akan terus berpegang pada prinsipnya untuk tidak mencuri?

Ryunosuke Akutagawa adalah penulis Jepang era Taisho yang dijuluki sebagai “Bapak Cerpenis Jepang”. Sepanjang hidupnya, tercatat kurang lebih 150 cerpen yang telah ditulis Akutagawa dimana tujuh diantaranya dimuat dalam buku ini. Kisah Rashomon pertama kali diterbitkan pada tahun 1915 di Teikoku Bungaku dan sampai kini menjadi salah satu topik diskusi sah-tidaknya mencuri sesuatu demi bertahan hidup.

Judul: Rashomon (Kumpulan Cerita)
Pengarang: Akutagawa Ryunosuke
Penerbit: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Cetakan Pertama: Januari 2008
Jumlah Halaman: 175 halaman
No. ISBN: 979-910-093-3

Buku yang wajib Anda baca!!!

Minggu, 12 Juli 2009

Zhang Guolao Menunggang Keledai Secara Terbalik



Cerpen anak, cerita pendek dari jepang, kumpulan cerpen jepang

Zhang Guolao, disebut juga Zhang Guo, adalah salah satu dewa dalam aliran Tao. Menurut buku “Tang Shu” (buku mengenai Dinasti Tang), Zhang Guolao benar-benar hidup di Zhong Tiao Shan, provinsi Shanxi. Dia berhasil kultivasi hingga mencapai keabadian. Kaisar Tang Gaozong berulang kali mengundangnya datang ke istana namun ia secara sopan selalu menolak. Permaisuri Wu Zetian berusaha memerintahkan Guolao datang kepadanya. Untuk menghindari permintaan tersebut, Guolao berpura-pura mati di depan kuil. Saat itu sedang musim panas, jadi tubuhnya mulai terurai dan berbau tak enak. Mendengar hal itu, Wu Zetian tidak berusaha lagi. Namun tak lama kemudian, seseorang melihat Guolao di Gunung Heng.

Alasan Tang Xuanzhong berkali-kali mengundang Guolao adalah ingin menanyakan bagaimana cara mencapai keabadian. Saat melihat Guolao sangat tua renta, dia bertanya kepada Guolao, “Anda telah memperoleh Tao, namun kenapa Anda terlihat sangat tua, dengan rambut yang sudah tinggal beberapa lembar dan gigi yang sudah banyak ompong?” Zhang Guolao menjawab, “Saat mencapai setua ini, saya tidak menemukan metode apapun, jadi saya terlihat seperti ini.”Ini memalukan. Tapi jika saya mencabut rambut dan gigi saya, mungkin akan tumbuh yang baru?” Lalu, dia langsung melakukannya. Dia mencabut rambutnya yang tinggal beberapa helai tersebut, juga mencabut giginya saat itu juga. Kaisar yang melihatnya kaget dan sedikit takut, lalu menyuruh pengawalnya untuk mengantar Guolao pulang beristirahat. Tak lama kemudian, mereka kembali lagi ke istana, tapi penampilan Guolao sudah berubah total, tumbuh rambut hitam tebal di kepalanya dan gigi putih yang lengkap menghiasi senyumnya. Semua pejabat istana termasuk kaisar terperangah melihat perubahan itu dan bertanya kepada Guolao apa metode rahasia untuk mencapai muda kembali. Zhang Guolao menolak memberi tahu.

Suatu hari, Kaisar Tang Xuanzong pergi berburu dan mendapatkan seekor rusa besar. Rusa itu agak beda dengan yang lainnya. Pada saat akan dibunuh, Zhang Guolao kebetulan lewat dan menghentikan kaisar. Dia berkata, “Ini rusa khayangan yang telah hidup lebih dari ribuan tahun. Kaisar Han Wudi juga dulu pernah menangkapnya, saya melihatnya dan memberitahukannya hal ini juga, lalu beliau melepaskannya.” Kaisar Tang Xuanzhong bertanya, “Bagaimana Anda ingat ini rusa yang dulu Anda lihat? Ada banyak sekali rusa di dunia ini, dan kejadian itu sudah pasti lama sekali sebelum Anda hidup.” Zhang Guolao menjawab, “Saat Kaisar Han Wudi melepaskan rusa itu, ia memberikan tanda di tanduk kiri rusa itu dengan sepotong metal perunggu.” Lalu Kaisar menyuruh pengawalnya untuk memeriksa tanduk kiri rusa itu dan benar-benar menemukan metal perunggu yang bertuliskan angka. Kaisar bertanya, “Kapan Kaisar Han Wudi pergi berburu menangkap rusa ini?” Sudah berapa lama sampai sekarang?” Zhang Guolao menjawab, “Kejadian itu tepatnya 825 tahun yang lalu.” Kaisar Tang Xuanzhong menyadari, ucapan Guoalao sepenuhnya benar.

Zhang Guolao punya kebiasaan unik, yaitu menunggang keledai putih secara terbalik, sehari berjalan bisa mancapai 10.000 Li. Tentu saja keledai putih itu juga merupakan keledai khayangan, yang bisa dilipat dan dimasukkan ke dalam tas saat ia sedang tak diperlukan tuannya. Ia selalu menunggang keledai dalam posisi yang terbalik untuk mengingatkan manusia akan kekeliruannya.

Dalam buku "Zhuan Falun" tertulis demikian, Zhang Guolao menunggang keledai secara terbalik. Dia menemukan bahwa dengan berjalan ke depan berarti mundur ke belakang, manusia makin lama makin jauh terpisah dari karakter alam semesta. Dalam proses evolusi alam semesta, terutama sekarang setelah memasuki arus pasang komoditi ekonomi, banyak orang yang moralnya sangat rusak, makin lama makin jauh terpisah dari karakter alam semesta Zhen, Shan, Ren (sejati-baik-sabar). Orang-orang di tengah manusia biasa yang mengikuti pasang surutnya arus tidak merasakan taraf kerusakan moral manusia, oleh karena itu sebagian orang masih menganggapnya hal yang baik, hanya orang yang telah meningkat dalam Xiulian Xinxing (kultivasi watak/moral) sekali menoleh ke belakang, baru insyaf bahwa kerusakan moral umat manusia telah sampai pada tahap yang demikian mengerikan.

Rabu, 08 Juli 2009

Rumah Kertas yang bisa Mengahasilkan Uang



a href="http://ceritayangdinanti.blogspot.com/">Cerpen rumah Kertas yang bisa menghasilkan uang, Cerpen jepang

Hari guru telah tiba, kami beberapa orang teman sejawat berkumpul bersama, bercerita tentang guru-guru kami di masa kanak-kanak. Di mata anak-anak kecil guru adalah orang yang serba bisa, cerita punya cerita akhirnya rekan-rekan berebut menceritakan keahlian dan siasat yang dimiliki oleh para guru-guru itu.

Yang satu berkata, gurunya bisa memainkan akordeon dengan bagus, yang lain berkata gurunya pandai bercerita, sehingga teman-teman sekelasnya tidak ingin pulang jika sudah mendengarkan cerita dari gurunya itu. Bahkan ada salah satu rekan saya yang berkata, gurunya memiliki tenaga yang besar sekali, suatu ketika gurunya itu menggunakan satu tangan untuk mengangkat tiga orang teman sekelasnya sekaligus, seperti mengangkat anak ayam.

Semua rekan-rekan dengan antusias bercerita, hanya Halim yang duduk diam di samping tidak mengeluarkan sepatah katapun.

Kami bertanya kepadanya, "Halim bagaimana dengan gurumu?"

Halim menggosok-gosokkan tangan dan berkata, "Saya,... saya........"

Kelihatannya Halim mempunyai sedikit keraguan, kami semua memandang ke arahnya, akhirnya terlepas juga dari mulutnya. "Guru saya bukan seorang pesulap, tetapi dia mempunyai sebuah rumah kertas yang bisa menghasilkan uang!"

Mendengar perkataannya itu kami semua orang tertawa. Melihat keadaan ini Halim menjadi tidak sabar, selesai minum satu teguk teh dia berkata, "Kalian tidak percaya, baiklah setelah kalian mendengarkan ceritaku ini kalian akan mengerti."

Saat itu saya masih duduk di bangku kelas empat. Suatu ketika kelas kami akan mengadakan tamasya, setiap teman sekelas menyerahkan uang 50 ribu, satu kelas 40 murid jadi uang yang terkumpul adalah 2 juta, uang tersebut dikumpulkan oleh ketua kelas.

Ketua kelas kami waktu itu adalah seorang anak perempuan yang sangat manis, berpawakan kecil, rambutnya dikepang dua seperti tanduk kambing. Tetapi hari itu, dia menangis tersedu-sedu, karena setelah dia selesai berolah raga dan kembali ke dalam kelas, uang yang dia kumpulkan dan letakkan dalam laci bangku dalam kelas telah hilang.

Ayahnya adalah seorang pekerja tambang yang berada di dekat sekolahan kami. Ibunya tidak memiliki pekerjaan, keadaan ekonomi keluarganya tergolong miskin. Uang sejumlah 2 juta bagi dirinya terbilang cukup besar baginya, maka dengan kehilangan uang itu membuatnya menangis tersedu-sedan.

Para guru pengajar dalam kelas itu bergegas datang ke kelas untuk menanyakan situasi dari kejadian itu. Guru Inggris berkata kejadian tersebut sudah jelas pelakunya adalah teman sekelas sendiri, karena waktu hilangnya uang itu hanya beberapa menit saja.

Guru olah raga berkata, "Kalau begitu semua murid duduk kembali di atas bangku masing-masing, kita adakan pemeriksaan satu persatu." Usulan guru olah raga segera mendapatkan persetujuan dari beberapa guru yang lain, para guru berpendapat menggunakan cara ini yang terbaik.

Murid-murid satu kelas tidak ada yang berbicara, suasana dalam kelas sangat tegang. Saat itu datanglah guru matematika kami, dia adalah seorang pria tua yang kurus, dia mengacungkan tangan dan berkata, tidak boleh, tidak boleh diperiksa satu persatu!

Dia berkata dengan tegas serta dengan suara yang sangat keras. Dia berkata kepada para guru yang lain, mohon kepada mereka membiarkan dia menangani masalah ini, serta berjanji pasti akan menemukan kembali uang yang hilang itu.

Sambil berkata demikian guru matematika itu memalingkan badan mengeluarkan sebuah kotak kapur dari bawa meja, kapur tulis yang berada dalam kotak dikeluarkan semua. Tangannya menjadi sangat cekatan sekali, kotak kapur itu dibolak-balik dan dilipat-lipat, sesaat kemudian, kotak kapur itu telah berubah menjadi rumah kertas yang sangat cantik, rumah kertas itu juga disediakan sebuah jendela kecil.

Guru matematika itu mengangkat rumah kertas itu dan berkata, "Murid-murid sekalian, rumah kertas ini adalah sebuah rumah yang bisa menghasilkan uang, sekarang kalian setiap orang boleh berdiam seorang diri di dalam kelas selama satu menit. Gunakan tangan kecil kalian untuk meraba jendela kecil yang ada di rumah kertas itu, Bapak yakin, uang yang hilang itu akan segera terbang kembali ke dalam rumah kertas ini."

Sebentar kemudian, kami semua keluar dari ruang kelas itu, lalu satu persatu masuk ke dalam kelas seorang diri, menanti semua murid satu kelas sudah memenuhi gilirannya. Guru matematika itu langsung di tempat itu juga mengangkat rumah kertas itu. Benar juga dari dalam jendela rumah kertas itu dia mengeluarkan setumpuk uang!

Uang itu setelah dihitung jumlahnya persis 2 juta, satu senpun tidak lebih dan tidak kurang. Teman-teman satu kelas bersorak dengan riang gembira, situasi yang semula sangat tegang segera hilang ........

Bercerita sampai di sini, Halim terdiam untuk sejenak, dia minum seteguk teh lalu berkata, "Mungkin Anda sekalian sudah bisa menerka, tentunya rumah kertas itu tidak bisa menghasilkan uang. Uang yang berada di dalam rumah kertas itu diletakkan oleh teman sekelas yang telah mengambil uang itu, dan orang itu adalah saya."

"Saat itu saya sangat resah ingin memiliki sebuah buku yang berjudul Sepuluh Ribu mengapa. Pikiran kacau telah menyebabkan saya nekad mengambil uang ketua kelas yang diletakkan di bawah meja belajarnya. Jika bukan karena rumah kertas yang dibuat oleh guru matematika itu, sangat mungkin sekali di dalam hati masa kanak-kanak saya akan terukir sebuah tanda penghinaan yang sangat mendalam."

"Beruntung ada sebuah rumah kertas cantik yang bisa menghasilkan uang telah melindungi saya, membuat saya bersyukur dan selalu mengenang dalam hati untuk selama-lamanya..." (Mingxin/lin)

Minggu, 05 Juli 2009

Keledai dan Garam Muatanya



Cerpen anak, Cerita Pendek Dr Jepang
Seorang pedagang, menuntun keledainya untuk melewati sebuah sungai yang dangkal. Selama ini mereka telah melalui sungai tersebut tanpa pernah mengalami satu pun kecelakaan, tetapi kali ini, keledainya tergelincir dan jatuh ketika mereka berada tepat di tengah-tengah sungai tersebut. Ketika pedagang tersebut akhirnya berhasil membawa keledainya beserta muatannya ke pinggir sungai dengan selamat, kebanyakan dari garam yang dimuat oleh keledai telah meleleh dan larut ke dalam air sungai. Gembira karena merasakan muatannya telah berkurang sehingga beban yang dibawa menjadi lebih ringan, sang Keledai merasa sangat gembira ketika mereka melanjutkan perjalanan mereka.

Pada hari berikutnya, sang Pedagang kembali membawa muatan garam. Sang Keledai yang mengingat pengalamannya kemarin saat tergelincir di tengah sungai itu, dengan sengaja membiarkan dirinya tergelincir jatuh ke dalam air, dan akhirnya dia bisa mengurangi bebannya kembali dengan cara itu.

Pedagang yang merasa marah, kemudian membawa keledainya tersebut kembali ke pasar, dimana keledai tersebut di muati dengan keranjang-keranjang yang sangat besar dan berisikan spons. Ketika mereka kembali tiba di tengah sungai, sang keledai kembali dengan sengaja menjatuhkan diri, tetapi pada saat pedagang tersebut membawanya ke pinggir sungai, sang keledai menjadi sangat tidak nyaman karena harus dengan terpaksa menyeret dirinya pulang kerumah dengan beban yang sepuluh kali lipat lebih berat dari sebelumnya akibat spons yang dimuatnya menyerap air sungai.

Pesan: Cara yang sama tidak cocok digunakan untuk segala situasi.

Kisah ini adalah bagian dari Seri Dongeng Aesop
Aesop adalah seorang pendongeng yang konon hidup 600 tahun sebelum Masehi. Dongeng-dongengnya selalu mengajarkan kebaikan atau kebijakan untuk manusia.

Kamis, 25 Juni 2009

Si Pelit

Cerpen, Cerita Pendek untuk Anak, Si Pelit



Seorang yang sangat pelit mengubur emasnya secara diam-diam di tempat yang dirahasiakannya di tamannya. Setiap hari dia pergi ke tempat dimana dia mengubur emasnya, menggalinya dan menghitungnya kembali satu-persatu untuk memastikan bahwa tidak ada emasnya yang hilang. Dia sangat sering melakukan hal itu sehingga seorang pencuri yang mengawasinya, dapat menebak apa yang disembunyikan oleh si Pelit itu dan suatu malam, dengan diam-diam pencuri itu menggali harta karun tersebut dan membawanya pergi.

Ketika si Pelit menyadari kehilangan hartanya, dia menjadi sangat sedih dan putus asa. Dia mengerang-erang sambil menarik-narik rambutnya.

Satu orang pengembara kebetulan lewat di tempat itu mendengarnya menangis dan bertanya apa saja yang terjadi.

"Emasku! oh.. emasku!" kata si Pelit, "seseorang telah merampok saya!"

"Emasmu! di dalam lubang itu? Mengapa kamu menyimpannya disana? Mengapa emas tersebut tidak kamu simpan di dalam rumah dimana kamu dapat dengan mudah mengambilnya saat kamu ingin membeli sesuatu?"

"Membeli sesuatu?" teriak si Pelit dengan marah. "Saya tidak akan membeli sesuatu dengan emas itu. Saya bahkan tidak pernah berpikir untuk berbelanja sesuatu dengan emas itu." teriaknya lagi dengan marah.

Pengembara itu kemudian mengambil sebuah batu besar dan melemparkannya ke dalam lubang harta karun yang telah kosong itu.

"Kalau begitu," katanya lagi, "tutup dan kuburkan batu itu, nilainya sama dengan hartamu yang telah hilang!"

Pesan Moral: Harta yang kita miliki sama nilainya dengan kegunaan harta tersebut.

Kisah ini adalah bagian dari Seri Dongeng Aesop
Aesop adalah seorang pendongeng yang konon hidup 600 tahun sebelum Masehi. Dongeng-dongengnya selalu mengajarkan kebaikan atau kebijakan untuk manusia.

Rabu, 24 Juni 2009

Timun Emas


Ceprpen, Cerita Pendek untuk Anak, Timun Emas


Pada zaman dahulu, hiduplah sepasang suami istri petani. Mereka tinggal di sebuah desa di dekat hutan. Mereka hidup bahagia. Sayangnya mereka belum saja dikaruniai seorang anak pun.
Setiap hari mereka berdoa pada Yang Maha Kuasa. Mereka berdoa agar segera diberi seorang anak. Suatu hari seorang raksasa melewati tempat tinggal mereka. Raksasa itu mendengar doa suami istri itu. Raksasa itu kemudian memberi mereka biji mentimun.
"Tanamlah biji ini. Nanti kau akan mendapatkan seorang anak perempuan," kata Raksasa. "Terima kasih, Raksasa," kata suami istri itu. "Tapi ada syaratnya. Pada usia 17 tahun anak itu harus kalian serahkan padaku," sahut Raksasa. Suami istri itu sangat merindukan seorang anak. Karena itu tanpa berpikir panjang mereka setuju.
Suami istri petani itu kemudian menanam biji-biji mentimun itu. Setiap hari mereka merawat tanaman yang mulai tumbuh itu dengan sebaik mungkin. Berbulan-bulan kemudian tumbuhlah sebuah mentimun berwarna keemasan.
Buah mentimun itu semakin lama semakin besar dan berat. Ketika buah itu masak, mereka memetiknya. Dengan hati-hati mereka memotong buah itu. Betapa terkejutnya mereka, di dalam buah itu mereka menemukan bayi perempuan yang sangat cantik. Suami istri itu sangat bahagia. Mereka memberi nama bayi itu Timun Mas.
Tahun demi tahun berlalu. Timun Mas tumbuh menjadi gadis yang cantik. Kedua orang tuanya sangat bangga padanya. Tapi mereka menjadi sangat takut. Karena pada ulang tahun Timun Mas yang ke-17, sang raksasa datang kembali. Raksasa itu menangih janji untuk mengambil Timun Mas.
Petani itu mencoba tenang. "Tunggulah sebentar. Timun Mas sedang bermain. Istriku akan memanggilnya," katanya. Petani itu segera menemui anaknya. "Anakkku, ambillah ini," katanya sambil menyerahkan sebuah kantung kain. "Ini akan menolongmu melawan Raksasa. Sekarang larilah secepat mungkin," katanya. Maka Timun Mas pun segera melarikan diri.
Suami istri itu sedih atas kepergian Timun Mas. Tapi mereka tidak rela kalau anaknya menjadi santapan Raksasa. Raksasa menunggu cukup lama. Ia menjadi tak sabar. Ia tahu, telah dibohongi suami istri itu. Lalu ia pun menghancurkan pondok petani itu. Lalu ia mengejar Timun Mas ke hutan.
Raksasa segera berlari mengejar Timun Mas. Raksasa semakin dekat. Timun Mas segera mengambil segenggam garam dari kantung kainnya. Lalu garam itu ditaburkan ke arah Raksasa. Tiba-tiba sebuah laut yang luas pun terhampar. Raksasa terpaksa berenang dengan susah payah.
Timun Mas berlari lagi. Tapi kemudian Raksasa hampir berhasil menyusulnya. Timun Mas kembali mengambil benda ajaib dari kantungnya. Ia mengambil segenggam cabai. Cabai itu dilemparnya ke arah raksasa. Seketika pohon dengan ranting dan duri yang tajam memerangkap Raksasa. Raksasa berteriak kesakitan. Sementara Timun Mas berlari menyelamatkan diri.
Tapi Raksasa sungguh kuat. Ia lagi-lagi hampir menangkap Timun Mas. Maka Timun Mas pun mengeluarkan benda ajaib ketiga. Ia menebarkan biji-biji mentimun ajaib. Seketika tumbuhlah kebun mentimun yang sangat luas. Raksasa sangat letih dan kelaparan. Ia pun makan mentimun-mentimun yang segar itu dengan lahap. Karena terlalu banyak makan, Raksasa tertidur.
Timun Mas kembali melarikan diri. Ia berlari sekuat tenaga. Tapi lama kelamaan tenaganya habis. Lebih celaka lagi karena Raksasa terbangun dari tidurnya. Raksasa lagi-lagi hampir menangkapnya. Timun Mas sangat ketakutan. Ia pun melemparkan senjatanya yang terakhir, segenggam terasi udang. Lagi-lagi terjadi keajaiban. Sebuah danau lumpur yang luas terhampar. Raksasa terjerembab ke dalamnya. Tangannya hampir menggapai Timun Mas. Tapi danau lumpur itu menariknya ke dasar. Raksasa panik. Ia tak bisa bernapas, lalu tenggelam.
Timun Mas lega. Ia telah selamat. Timun Mas pun kembali ke rumah orang tuanya. Ayah dan Ibu Timun Mas senang sekali melihat Timun Mas selamat. Mereka menyambutnya. "Terima Kasih, Tuhan. Kau telah menyelamatkan anakku," kata mereka gembira.
Sejak saat itu Timun Mas dapat hidup tenang bersama orang tuanya. Mereka dapat hidup bahagia tanpa ketakutan lagi.

Selasa, 23 Juni 2009

Pemerah Susu dan Embernya

Cerpen, Cerita Pendek untuk anak, Pemerah Susu dan Embernya




Seorang wanita pemerah susu telah memerah susu dari beberapa ekor sapi dan berjalan pulang kembali dari peternakan, dengan seember susu yang dijunjungnya di atas kepalanya. Saat dia berjalan pulang, dia berpikir dan membayang-bayangkan rencananya kedepan.
"Susu yang saya perah ini sangat baik mutunya," pikirnya menghibur diri, "akan memberikan saya banyak cream untuk dibuat. Saya akan membuat mentega yang banyak dari cream itu dan menjualnya ke pasar, dan dengan uang yang saya miliki nantinya, saya akan membeli banyak telur dan menetaskannya, Sungguh sangat indah kelihatannya apabila telur-telur tersebut telah menetas dan ladangku akan dipenuhi dengan ayam-ayam muda yang sehat. Pada suatu saat, saya akan menjualnya, dan dengan uang tersebut saya akan membeli baju-baju yang cantik untuk di pakai ke pesta. Semua pemuda ganteng akan melihat ke arahku. Mereka akan datang dan mencoba merayuku, tetapi saya akan mencari pemuda yang memiliki usaha yang bagus saja!"
Ketika dia sedang memikirkan rencana-rencananya yang dirasanya sangat pandai, dia menganggukkan kepalanya dengan bangga, dan tanpa disadari, ember yang berada di kepalanya jatuh ke tanah, dan semua susu yang telah diperah mengalir tumpah ke tanah, dengan itu hilanglah semua angan-angannya tentang mentega, telur, ayam, baju baru beserta kebanggaannya.

Senin, 22 Juni 2009

Lily

Cerpen,Cerita Pende untuk Anak, Lily



Didasar sebuah kolam yang besar terdapat sebatang pohon teratai kecil yang bernama Lily. Dia adalah sebuah pohon kecil yang pemalu, tetapi dia sangat gemar bermain-main dengan teman-temannya.
Pada suatu hari Lily berubah menjadi tidak bahagia, karena dia mendengar cerita, bahwa di atas kolam tempat tinggalnya, terdapat sebuah dunia yang sangat menakjubkan. Menurut cerita dunia di atas sana sangat cantik disinari cahaya yang cantik, warna awan yang biru dan matahari yang cerah setiap hari.
Lily sangat ingin melihat cahaya yang cantik itu, tetapi bagaimana dia dapat keluar dari dasar kolam yang gelap ini? Teman-temannya mulai mengejek dia, “Ah.. Lily, engkau jangan bermimpi di siang bolong .“
Teman-temannya selalu menasihati dia jangan bermimpi tentang dunia di atas sana lagi, “Lily, di sini adalah rumahmu, kenapa engkau masih ingin mencari tempat yang lain?”
Mereka semua tidak memahami dia. Seekor ikan yang paling nakal yang bernama Lei Lei sering tertawa mengejek dia, juga mengajak ikan-ikan yang lain mengejek dan memarahi Lily.
Walaupun sikap Lei Lei sangat buruk terhadap Lily, tetapi Lily tidak marah kepada Lei Lei, karena beberapa bulan yang lalu dia kehilangan papanya, papanya terkena pancing oleh seorang nelayan. Karena Lily tahu tidak semua orang mempunyai impian yang sama. Di hatinya penuh dengan impian.
Pada suatu hari, ketika Lily sedang berangan-angan memikirkan impiannya, kakek rumput datang mendekati dia. Dia menyapa Lily “Apa kabar, Lily “ Airmata mengalir ke pipi Lily.
“Manisku, kenapa engkau menangis? Beritahu kakek apa yang membuat engkau sedih ?”
Lily mengangkat wajahnya memperhatikan kakek rumput, dia adalah seorang yang paling tua di dasar kolam ini dan dia sangat pintar. Sambil menangis Lily menceritakan tentang kesedihannya.kepada kakek ini.
Kakek rumput berkata, “Lily, engkau mempunyai sebuah hati yang sekarang semakin dewasa, dia akan menuntun kamu untuk melihat hal-hal yang menarik, walaupun mata kamu belum dapat melihatnya, tetapi mata hati kamu telah menuntunmu mencari pemandangan yang tidak terdapat di dasar kolam ini, sekarang saya akan pergi, nanti setelah saya pulang saya akan singgah melihat kamu lagi.”
Tidak berapa lama kemudian, Lei Lei berenang dengan cepat lewat samping Lily. Lily tahu dia sangat marah, dia sengaja berenang dengan cepat menyebabkan pasir-pasir dan lumpur di dasar kolam naik ke atas air kolam menjadi keruh, sehingga dasar kolam semakin gelap.
Pada saat Lei Lei sibuk mengaduk-aduk pasir dan lumpur di dasar kolam, tiba-tiba ekornya tersengol sebuah batu dan ekornya terjepit di antara batu-batu tersebut.
Dia mencoba mengeliat melepaskan ekornya, tetapi walau bagaimanapun dia mencoba ekornya masih terjepit. Dengan sekuat tenaga dia berteriak, “tolong! tolong!”
Lily mendengar jeritannya, “Cepat datang tolong saya!” Lily melihat tidak ada seorangpun di sekeliling mereka.
Kemudian Lily memalingkan kepalanya, kemudian dia melihat sahabatnya kura-kura Toto sedang berenang di tempat yang agak jauh dengan sekuat tenaga Lily berteriak, “Toto!”
Toto berenang mendekati Lily. Lily berkata, “Toto, Lei Lei terjepit oleh sebuah batu, saya tidak tahu apakah yang lain mendengar teriakannya?”
Toto adalah seorang teman setia yang tidak banyak bicara, Toto segera datang ke tempat Lei Lei mencoba menolong dia.
Dia berenang mendekati Lei Lei, dan dengan sekuat tenaganya dia mencoba mendorong batu yang menjepit Lei Lei, dengan punggungnya yang keras dia mendorong-dorong batu tersebut akhirnya ekor Lei Lei terlepas dari jepitan batu.
Lei Lei lalu berkata, ”Terima kasih banyak, Toto. Kalau bukan karena kamu dan Lily, mungkin semalaman saya masih terjepit di sana.”
Toto lalu berkata, ”Tidak apa-apa, saya dapat membantu kamu sedikit bukan masalah, tetapi saya rasa kamu harus meminta maaf kepada Lily, karena selama ini sikap kamu sangat jahat terhadap dia.”
Toto benar, Lei Lei berenang ke dekat Lily, meminta maaf atas kesalahannya selama ini. “Maafkan saya Lily, saya selalu mengejek dan memarahi engkau tetapi engkau tidak pernah membalas, hari ini engkau masih menyelamatkan saya, bagaimana saya dapat membalas budi kamu?”
Lily melihat ke mata Lei Lei, dia mengetahui perkataan Lei Lei yang tulus, ”Lei Lei, saya percaya engkau selalu mempunyai sebuah hati yang baik, sekarang engkau telah membuktikannya, bagaimana kalau mulai sekarang kita menjadi teman baik?”
Lei Lei dengan tertawa gembira berkata, “Lily, jika engkau telah memaafkan saya, dengan senang hati saya akan menjadi sahabat baikmu.”
Air kolam berubah menjadi jernih kembali, dan lumpur yang menempel di sisik Lei Lei juga sudah terlepas, tiba tiba Lily tersadar.
“Lei Lei, dahulu saya tidak memperhatikan kamu, setelah lumpur yang menempel di sisik kamu terlepas, rupanya engkau adalah seekor ikan mas, rupamu yang cantik terlihat jelas sekarang!”
Lily benar-benar tidak bisa percaya kepada apa yang terlihat oleh matanya. Lei Lei menjadi malu, dan terburu-buru berkata, ”Terima kasih Lily, selamat tinggal” dengan tergesa-gesa dia berenang meninggalkan Lily, dia tahu Lily yang mengetuk pintu hatinya membuat dia tersadar kembali atas semua kesalahannya dan dasar hatinya yang paling baik terpanggil kembali.
Setelah beberapa saat berlalu, kakek rumput telah kembali, Lily menceritakan kejadian ini kepadanya, kakek rumput sangat gembira atas perbuatan Lily.
“Lily, karena engkau telah sekuat tenaga membantu orang, engkau juga akan mendapat balasannya.”
Kemudian kakek rumput dengan berbisik berkata, ”Lily, apakah engkau ingin mengetahui sebuah rahasia?”
“Tentu saja kakek , tolong ceritakan kepada saya.”
“Walaupun, di dasar kolam ini saya paling tua, tetapi belum tentu saya adalah seorang yang paling pintar. Rumput yang seperti kami ini dapat melihat dunia di atas sana, di atas sana adalah sebuah dunia yang cantik sekali! Banyak hal-hal yang aneh yang dapat dilihat. Kepala saya mungkin yang paling tinggi, saya telah hidup sekian lama, tetapi sebenarnya, bunga teratai adalah yang paling pintar di antara seluruhnya .”
Lily dengan kaget melihat ke wajah kakek rumput yang ramah, ”Kakek rumput! Saya tidak mengerti!”
“Lily, engkau sekarang masih kecil, tetapi sebentar lagi engkau akan tumbuh tinggi, semakin setinggi, dan menjadi seperti apa yang seharusnya terjadi!”
Lily dengan pelan-pelan tumbuh semakin tinggi… tinggi dan pada suatu hari tiba-tiba matanya yang biasanya berada ditempat gelap, menyembur keluar dari kolam melihat sebuah cahaya yang terang, melihat dunia luar yang terang benderang dan cantik.
Dengan gembira Lily berteriak, “Wah… akhirnya saya dapat melihat warna langit! akhirnya saya dapat menyaksikan pemandangan dalam impian saya! Oh, Kakek rumput, di sini saya dapat menyaksikan terang selalu menjadi impian saya! “
Kakek rumput juga merasa bahagia sama seperti Lily, dia membungkukkan badannya berkata kepada Lily, ” Sekarang mata kamu tidak akan gelap seperti di dasar kolam lagi, karena sekarang kamu sudah tumbuh dewasa dengan sifat kamu yang polos, kamu sekarang dapat memulai kehidupan yang baru yang penuh dengan cahaya. “
Kakek rumput datang mendekati Lily dan berkata dengan perlahan, ”Lily, sekarang kamu sudah dapat menyaksikan keadaan di atas kolam ini, dunia yang penuh cahaya, tetapi engkau masih belum melihat pemadangan yang paling penting.”
Lily mendengarkan penjelasan kakek kepadanya dengan penuh kesabaran, tetapi dia masih belum mengerti lalu bertanya, “Kakek rumput, sekarang saya sudah menyaksikan pemandangan yang menakjubkan, masih adakah pemadangan yang lain yang lebih menakjubkan dari yang ini?”
Kakek rumput dengan penuh kesabaran tersemyum menjawab, “Pemandangan itu adalah engkau sendiri anakku. Engkau telah tumbuh menjadi sekuntum bunga yang paling cantik dan paling menakjubkan di seluruh kolam ini.”
Lily memutar kepalanya memperhatikan diri sendiri, benar dia telah tumbuh menjadi sekuntum bunga teratai yang cantik bercahaya menyilaukan mata. Dia memandang ke sekeliling kolam dan melihat seluruh kolam dipenuhi oleh bunga teratai yang bermekar indah sekali.
Impiannya menjadi kenyataan! Sekarang dia sudah menyaksikan sebuah dunia yang lain yang sangat indah!
Kakek rumput berkata, “Semua kecantikan ini adalah dari dasar hati kamu, kemudian terpancar keluar menjadi sesuatu yang cantik dan bercahaya, yang menjadi pemandangan indah yang dapat disaksikan oleh para manusia.”
Akhirnya Lily mengerti makna yang dijelaskan kakek rumput, dia menundukkan kepalanya memperhatikan air yang berada di dalam kolam, dia lalu menyadari kolam ini yang menyebabkan memperoleh banyak pengalaman dan membuat dia tumbuh menjadi dewasa, semua ini terpancar keluar dari dasar hatinya. Sekarang dia sudah mempunyai mata, bukan .. sebenarnya adalah mata hati, untuk melihat dunia yang indah ini, bagi Lily kejadian ini merupakan sebuah hari yang baru yang untuk permata kalinya melihat dunia yang penuh dengan cahaya.
Lily sangat ingin membagi kebahagiannya dengan setiap orang yang berada di dekat kolam ini. Dia ingin mengatakan kepada setiap orang, bahwa setiap orang mempunyai kesempatan meraih impian di hatinya menjadi kenyataan.

Kura-Kura Membalas Budi

Cerpen, Cerita Pendek untu Anak, Kura - Kura Membalas Budi



Meskipun mendapat pengaruh sesudah lahir dan berbagai macam kebiasaan buruk menjadi hal biasa, sifat baik hati harus tetap dijaga. Sebagian besar orang akan tergugah jika melihat kebaikan seseorang, dan akan merasa kasihan jika melihat pemandangan kejam menyiksa makhluk hidup, dan ini adalah penampakan sifat dasar yang baik.

Ada seorang pemuda tinggal bersama dengan ayahnya, mereka hidup dengan menggantungkan pada sebidang tanah garapan yang sempit. Walaupun hidup miskin, tetapi, sang ayah orang yang baik dan anaknya sangat berbakti, mereka hidup tenang dan tentram.

Tahun demi tahun waktu berlalu, usia sang ayah semakin senja, dan perlahan-lahan kekuatan tubuhnya juga semakin lemah. Meskipun ladang mereka tidak luas, namun, jika hanya bergantung pada seorang pemuda untuk menggarapnya, tetap saja harus menguras tenaga. Suatu ketika, sang ayah mengambil sejumlah uang yang ditabungnya selama bertahun-tahun, dan menyuruh anaknya membeli seekor sapi di kota.

Pemuda itu berjalan ke pasar hewan, sewaktu sampai di sebuah sungai, karena merasa lelah, lalu ia duduk di atas batu untuk istirahat sejenak. Sayup-sayup dari kejauhan terdengar suara canda sejumlah anak kecil, ia merasa penasaran, lalu mencari sumber suara itu, dan melihat beberapa bocah itu memegang bambu mengetuk-ngetuk batu. Anehnya, batu-batu itu seperti bernyawa, begitu dilihat dengan seksama, ternyata adalah 5 ekor kura-kura, yang satu agak besar, sedangkan 4 ekor lainnya lebih kecil sepertinya anak-anaknya. Para bocah itu membalikkan kura-kura itu seperti bermain gasing sehingga membuat kura-kura itu berputar-putar, bahkan mengetuk mereka dengan bambu, memaksa mereka menyundulkan kepalanya.

Pemuda itu merasa tidak tega melihat kelakuan bocah-cocah nakal itu terhadap kura-kura, lalu berkata pada mereka, “Mengapa kalian mempermainkan kura-kura? Mereka juga makhluk bernyawa, bisa merasakan sakit dan takut, kan!” Dengan kesal anak-anak itu berkata “Susah payah kami baru berhasil menangkap induk kura-kura dan anak-anaknya, terserah mau kami apakan, tidak ada urusannya denganmu!”

Anak-anak itu lalu dengan sengaja menggunakan cara yang lebih kejam menyiksa kura-kura tersebut, memukulkan benda kearah mereka, pemuda itu lalu berkata “Jika anak-anak melihat orang tuanya disiksa orang lain, dalam hati pasti merasa sedih. Orang tua juga akan merasa sangat sedih bila melihat anak-anaknya mendapat musibah! Lebih baik lepaskanlah induk kura-kura dan anak-anaknya itu! Jangan disakiti!”

Anak-anak itu tetap saja acuh tak acuh, bahkan mengikat ke lima kura-kura itu dengan tali dan diayun kesana kemari. Si pemuda itu lalu bertanya pada mereka, hendak diapakan kura-kura itu? Mereka bilang mau dijual, pemuda itu bertanya mau dijual berapa? Dan tanpa pikir lagi, mereka mengatakan sebuah jumlah yang cukup besar. Pemuda itu meraba-raba uang yang ditaruh di dalam tas pinggangnya? jika uang ini diberikan kepada mereka, maka tidak bisa lagi membeli seekor sapi yang diminta ayahnya. Tapi, ia benar-benar tidak tega melihat kura-kura itu disiksa, lantas dengan belas kasih memberikan semua uangnya kepada anak-anak tersebut.

Setelah melihat anak-anak itu pergi jauh, si pemuda itu lalu berjongkok dan dengan hat-hati melepaskan tali yang mengikat tubuh kura-kura tersebut, dan satu demi satu mereka dibawa ke pinggir sungai supaya bisa kembali ke lingkungan tempat mereka hidup.

Pemuda itu berkata, “Pergilah! Bila anak-anak jahat itu kembali lagi, kalian nanti kan celaka! Cepat pergilah! Biar saya tenang!” Seperti mengerti dengan maksud si pemuda, para kura-kura itu lalu berenang ke sungai, namun, begitu tiba di pusat sungai kura-kura itu kembali lagi berkali-kali seolah-olah hendak mengucapkan terimakasih.

Dengan perasaan kuatir karena menggunakan uang ayahnya untuk kepentingan lain, pemuda itu pulang. Setiba di rumah, si pemuda menceritakan kejadian yang dialaminya, dan setelah mendengar cerita dari anaknya dengan perasaan gembira ayahnya berkata, “Bagus sekali, kamu telah melakukannya dengan baik! Dengan uang itu telah menyelamatkan 5 ekor nyawa, lebih berharga daripada membeli seekor sapi! Kita masih sehat, dengan bekerja keras akan bisa mendapatkan kembali uang itu.

Tengah malam waktu itu, tiba-tiba ayah mendengar suara ketukan pintu depan rumahnya, begitu pintu dibuka di luar dugaan ternyata ada seekor sapi berdiri di depan pintu! Di leher sapi itu tergantung secarik kertas yang berbunyi: “Kura-kura telah mengumpulkan kepingan emas di pinggir sungai, dan menukarnya dengan seekor sapi untuk membalas kebaikan hati pemuda yang telah membantu menyelamatkannya.”

Meskipun cerita ini hanya sebuah legenda, namun dengan jelas telah menunjukkan adanya dua sikap yang berbeda dalam memperlakukan makhluk hidup. Sikap yang satu adalah secara kasar dan sewenang-wenang memperlakukan makhluk hidup lainnya, tidak menghiraukan pada ketakutan dan penderitaan mereka. Sebaliknya sikap yang satunya lagi adalah dengan perhatian yang besar mencintai dan menyayangi segala makhluk hidup meskipun mereka binatang, namun tetap harus dikasihi dan dihargai, mencurahkan perhatian atas hak dasar hidupnya.

Kamis, 18 Juni 2009

Semut dan Manusia

Cerpen, Cerpen, Cerita Pendek untuk Anak, Semut dan Manusia, Banyak Cerita pendek lainya disini

Ada sekelompok semut sedang sibuk di bawah cahaya matahari, ketika seorang manusia menjongkokkan badan melihat semut itu, bayangan dirinya menutupi cahaya mentari.

“Wah, apa ini?” kata semut.

Dengan panik semut-semut itu bertanya, “Apa gerangan yang telah menutupi cahaya mentari?”

Semut A berkata, “Sepertinya suatu makhluk yang sangat besar, jangan-jangan makhluk hidup taraf tinggi yang besarnya tak terhingga dibanding semut, dalam legenda yang bernama Manusia?”

Semut B berkata, “Memang, ada legenda kuno demikian.”

“Saya tidak percaya. Kalau bisa carikan saya satu “Manusia”, biar saya lihat dulu, saya baru percaya kalau sudah melihatnya.”

Para semut memiliki pendapat yang bermacam-macam. Ada yang percaya, ada juga yang tidak. Namun, legenda eksisnya “Manusia” tetap tersebar luas di dalam lubang semut.

Apa! ada “Manusia”? Ini propaganda takhayul! Turunkan tihta. Seluruh rakyat perkuat pelajari 3 teori saya yakni tekankan pada ilmu pengetahuan, produksi dan raja semut. Berdasarkan ilmiah, anti takhayul. Kita harus menjadikan raja semut sebagai kekuatan inti, jalankan dengan baik pembangunan ekonomi semut. Di dalam lubang, raja semut melancarkan gerakan propaganda besar-besaran anti takhayul, dan penekanan pada ilmu pengetahuan. Namun, legenda tentang “Manusia” sudah meresap dalam sanubari semut, tidak bisa dirubah dengan propaganda.

Lantas, mana yang baik, manusia atau raja semut?

Begitu raja semut tahu, lantas menjadi kesal: “Saya percaya atheisme (tidak mengakui keberadaan Tuhan) tidak bisa memenangi theisme (percaya pada Tuhan). Semut sudah saya bina sejak kecil. Semua semut dalam lubang percaya bahwa semut yang ada di tengah manusia harus memilih diantara keyakinan dan kehidupan mereka, saat ujian akhir semut kecil harus menjawab melalui kertas ujian tertulis tentang siapa yang baik, apakah manusia atau raja semut?

“Sudah waktunya saya pulang…,” tiba-tiba manusia tadi berpamitan.

Sampai disini, orang itu lalu pergi, dan tanpa disengaja, menginjak mati raja semut. Sebenarnya adakah yang namanya manusia itu? Semut-semut yang terselubungi dan malang ini masih belum jelas apa sebenarnya yang telah terjadi, mereka masih merenung sebenarnya ada atau tidak suatu kehidupan yang namanya “Manusia”.

Nah, apa kalian suka dengan cerita ini? Bahkan kita tahu bahwa di atas dunia ini banyak orang yang hidup, namun, semut-semut tidak melihat, juga tidak percaya, sungguh kasihan, bukan?

Mengapa semut tidak bisa melihat, tidak percaya dengan keberadaan manusia? Jawabannya: semut dan manusia hidup di dunia yang berbeda, melalui penglihatan semut tidak bisa melihat secara jelas dunia manusia, dan dari pengalaman semut juga tidak bisa membayangkan kehidupan manusia.

Apakah dikarenakan semut tidak percaya lantas benar-benar tidak ada manusia? Jawabannya tentu saja tidak!

Kita akan menjumpai banyak hal ihwal yang sekilas sulit dipercaya, dipahami atau tidak dimengerti, jika saat itu tiba, kalian harus ingat dengan kisah semut ini, jangan sampai melakukan kesalahan yang sama dengan semut-semut itu.

Selasa, 16 Juni 2009

Gadis Bangau Dari Jepang


Cerpen, Cerita pendek untuk anak, gadis bangau dari Jepang
.

Dahulu kala di suatu tempat di Jepang, hidup seorang pemuda bernama Yosaku. Pekerjaannya adalah mencari kayu bakar di gunung dan menjualnya ke kota. Uang hasil penjualan dibelikannya makanan. Terus seperti itu setiap harinya. Hingga pada suatu hari ketika ia berjalan pulang dari kota ia melihat sesuatu yang menggelepar di atas salju.

Setelah di dekatinya ternyata seekor burung bangau yang terjerat diperangkap sedang meronta-ronta. Yosaku segera melepaskan perangkat itu. Bangau itu sangat gembira, ia berputar-putar di atas kepala Yosaku beberapa kali sebelum terbang ke angkasa. Karena cuaca yang sangat dingin, sesampainya dirumah, Yosaku segera menyalakan tungku api dan menyiapkan makan malam. Saat itu terdengar suara ketukan pintu di luar rumah.

Ketika pintu dibuka, tampak seorang gadis yang cantik sedang berdiri di depan pintu. Kepalanya dipenuhi dengan salju. "Masuklah, nona pasti kedinginan, silahkan hangatkan badanmu dekat tungku," ujar Yosaku. "Nona mau pergi kemana sebenarnya ?", Tanya Yosaku. "Aku bermaksud mengunjungi temanku, tetapi karena salju turun dengan lebat, aku jadi tersesat." "Bolehkah aku menginap disini malam ini ?". "Boleh saja Nona, tapi aku ini orang miskin, tak punya kasur dan makanan." ,kata Yosaku. "Tidak apa-apa, aku hanya ingin diperbolehkan menginap". Kemudian gadis itu merapikan kamarnya dan memasak makanan yang enak.

Ketika terbangun keesokan harinya, gadis itu sudah menyiapkan nasi. Yosaku berpikir bahwa gadis itu akan segera pergi, ia merasa kesepian. Salju masih turun dengan lebatnya. "Tinggallah disini sampai salju reda." Setelah lima hari berlalu salju mereda. Gadis itu berkata kepada Yosaku, "Jadikan aku sebagai istrimu, dan biarkan aku tinggal terus di rumah ini." Yosaku merasa bahagia menerima permintaan itu. "Mulai hari ini panggillah aku Otsuru", ujar si gadis. Setelah menjadi Istri Yosaku, Otsuru mengerjakan pekerjaan rumah dengan sungguh-sungguh. Suatu hari, Otsuru meminta suaminya, Yosaku, membelikannya benang karena ia ingin menenun.

Otsuru mulai menenun. Ia berpesan kepada suaminya agar jangan sekali-kali mengintip ke dalam penyekat tempat Otsuru menenun. Setelah tiga hari berturut-turut menenun tanpa makan dan minum, Otsuru keluar. Kain tenunannya sudah selesai. "Ini tenunan ayanishiki. Kalau dibawa ke kota pasti akan terjual dengan harga mahal. Yosaku sangat senang karena kain tenunannya dibeli orang dengan harga yang cukup mahal. Sebelum pulang ia membeli bermacam-macam barang untuk dibawa pulang. "Berkat kamu, aku mendapatkan uang sebanyak ini, terima kasih istriku. Tetapi sebenarnya para saudagar di kota menginginkan kain seperti itu lebih banyak lagi. "Baiklah akan aku buatkan", ujar Otsuru. Kain itu selesai pada hari keempat setelah Otsuru menenun. Tetapi tampak Otsuru tidak sehat, dan tubuhnya menjadi kurus. Otsuru meminta suaminya untuk tidak memintanya menenun lagi.

Di kota, Sang Saudagar minta dibuatkan kain satu lagi untuk Kimono tuan Putri. Jika tidak ada maka Yosaku akan dipenggal lehernya. Hal itu diceritakan Yosaku pada istrinya. "Baiklah akan ku buatkan lagi, tetapi hanya satu helai ya", kata Otsuru.

Karena cemas dengan kondisi istrinya yang makin lemah dan kurus setiap habis menenun, Yosaku berkeinginan melihat ke dalam ruangan tenun. Tetapi ia sangat terkejut ketika yang dilihatnya di dalam ruang menenun, ternyata seekor bangau sedang mencabuti bulunya untuk ditenun menjadi kain. Sehingga badan bangau itu hampir gundul kehabisan bulu. Bangau itu akhirnya sadar dirinya sedang diperhatikan oleh Yosaku, bangau itu pun berubah wujud kembali menjadi Otsuru. "Akhirnya kau melihatnya juga", ujar Otsuru.

"Sebenarnya aku adalah seekor bangau yang dahulu pernah Kau tolong", untuk membalas budi aku berubah wujud menjadi manusia dan melakukan hal ini," ujar Otsuru. "Berarti sudah saatnya aku berpisah denganmu", lanjut Otsuru. "Maafkan aku, kumohon jangan pergi," kata Yosaku. Otsuru akhirnya berubah kembali menjadi seekor bangau. Kemudian ia segera mengepakkan sayapnya terbang keluar dari rumah ke angkasa. Tinggallah Yosaku sendiri yang menyesali perbuatannya.

Cerpen - Kupu Kupu Kembang



Cerpen Anak-Anak, Cerpen, Cerita Pendek Buat anak, Lengkap, Mulai dari Cerita Klasik sampai Cerita Tionghoa.

Zaman dahulu kala konon dikisahkan, terdapatlah sebuah kerajaan yang sangat indah permai, ialah kerajaan Kupu-kupu yang mirip dengan taman bunga persik, di dalamnya tinggallah masyarakat kupu-kupu yang jumlahnya sangat banyak. Kupu-kupu itu hidup dengan riang gembira. Konon katanya lagi kupu-kupu itu berkembang biak di kerajaan itu dari generasi ke generasi tidak ada satu ekor pun yang ingin meninggalkan tempat itu. Bagi mereka kerajaan itu laksana surga.

Namun pada suatu hari, diluar kebiasaan yang lain seekor kupu-kupu kembang yang cerdas dan berani dalam kerajaan itu ingin keluar. Ia ingin melihat dunia yang ada diluar kerajaan. Ia merasa alam ini sangatlah luas dan indah. Setiap hari ia selalu berpikir dan membayangkan bagaimanakah dunia diluar sana. Setelah tekadnya sudah bulat dan keinginannya untuk pergi tidak dapat ditahan lagi.

Ia lalu menemui sang raja untuk menyampaikan niatnya itu. ia berkata kepada raja :
“ Yang Mulia hamba memohon ijin untuk keluar agar dapat melihat-lihat dunia baru, hamba tidak ingin tinggal selamanya di istana yang kecil ini. Yang Mulia mohon perkenankanlah hamba”.

Mendengar itu raja menjadi tidak senang dengan tegas ia berkata :
“ Tidak! Tidak boleh! Kau tidak akan kuijinkan, bukankah di sini aman dan indah? Kau tau betapa di luar banyak binatang buas yang dapat mencelakai kita, kita tidak bisa hidup aman di luar, sejak bertahun-tahun nenek moyang kita telah hidup aman dan tentram di sini, ini teladan kakek. Bukankah kau lebih aman dan nyaman di sini. Seluruh keluarga dan kerabatmu berada di sini. Untuk apa mengundang bahaya dengan pergi keluar”.

Kupu-kupu kembang yang telah bulat tekadnya itu berargumentasi :
“ Tetapi Yang Mulia, di sini tempatnya terlalu kecil, makanan juga terbatas, tidak cocok menyebarluaskan perkembangbiakan ras kita, suatu saat ini semuanya tidak akan cukup untuk kita. Kita seharusnya membuka kawasan yang baru, yang lebih luas. Jadi hamba mohon Yang Mulia mempertimbangan keinginan hamba”.

Namun Sang Raja tetap pada pendiriannya bahwa ia tidak akan mengijinkan kupu-kupu kembang untuk pergi dari kerajaan lalu Sang Raja dengan gusar memutuskan :

“ Ah, sudahlah! Kupu-kupu kembang kembalilah bermain bersama teman-temanmu jangan lagi memikirkan untuk pergi keluar. Saya tidak mungkin menyetujui permintaanmu. Karena terlalu berbahaya untukmu dan kita”.

Namun, kupu-kupu kembang telah bulat memutuskan untuk meninggalkan kehidupan yang aman dan nyaman. Dan juga meninggalkan seluruh keluarga serta kerabat yang disayanginya. Lalu diam-diam ia terbang ke luar. Dengan mengandalkan bakat dan kecerdasannya, ia dapat hidup dengan aman di luar dan berkembang biak. Meskipun terkadang ada sejumlah binatang buas menyerang mereka, akhirnya mereka bisa mengatasi lingkungannya, meningkatkan kemampuan mengalahkan musuh alam. karena itu, keturunan-keturunannya terus berkembang serta hidup nyaman. Dan muncullah kerajaan kupu-kupu yang lain.

Dikisahkan kemudian bagaimana dengan kerajaan kupu-kupu taman bunga persik yang ditinggalkanya itu, beberpa waktu setelah kupu-kupu kembang meninggalkan kerajaan, nasib malang menimpa kerajaan kupu-kupu yang indah permai itu. Suatu ketika sebuah musibah bencana alam terjadi di sana. Bencana alam itu telah mengakibatkan kerusakan yang sangat parah, kerajaan yang indah permai itu hancur dan penghuninya tidak dapat pergi untuk menyelamatkan diri, semua kupu-kupu di istana itu akhirnya punah.

Pesan redaksi : Raja dalam kisah di atas bisa seperti orang tua atau guru kita dalam kehidupan sehari-hari, perlindungan yang ekstrem terhadap anak, membuat anak kehilangan kemampuan belajar dan berpikir secara independen. Saat harus hidup di luar payung perlindungan di dunia, si anak menjadi tak berdaya. Lebih baik mencoba melepaskan, biarkan si anak memupuk keberanian dan kecerdasan dalam kegagalan, berlatih menempa kemampuan hidup.

Rabu, 10 Juni 2009

Raja Semut

Cerpen, Cerita Pendek untuk Anak, Raja Semut




Pada suatu hari, raja semut yang berada disarangnya yang berada didalam goa, memerintah prajurit-prajuritnya keluar mencari makanan. Seekor semut kecil bertemu dengan seekor lalat yang mati, lalu pulang melapor kepada rajanya: ”Saya melihat seekor lalat mati ditepi jalan, ayo kita ramai-ramai menggotong pulang lalat tersebut dan disantap bersama.”

Raja semut dengan malas-malas berkata: ”Seekor lalat mana cukup untuk kita semua makan, saya tidak akan pergi.” Beberapa saat kemudian, datang lagi seekor semut melapor : ” Dipadang rumput saya melihat seekor capung yang mati, kita bawa pulang untuk disantap ya!” Raja semut menggelengkan kepalanya : ”Seekor capung mana cukup untuk kita makan, tidak saya tidak akan pergi.” Setelah berkata demikian datang lagi seekor semut melapor : ”Saya melihat seekor kerbau yang mati dibawah sebatang pohon, kita kesana menyantapnya.” Setelah mendengar perkataan semut ini Raja semut dengan gembira memerintah semua prajurit-prajuritnya ikut bersamanya pergi menyantap daging kerbau.

Semua prajurit-prajuritnya dengan gembira menari-nari, mereka mengikuti raja semut pergi ke bawah batang pohon, begitu mereka sampai disana mereka melihat seekor kerbau yang terbaring dibawah pohon, sebelum diperintah raja semut, prajurit-prajurit tersebut semuanya menyerbu ke badan kerbau, ada yang menggigit, ada yang mengerogoti kulitnya, ada yang menarik kulitnya, pemandangan ini kelihatan lebih seru dari semut merebut gula-gula. Rupanya kerbau hanya berbaring beristirahat saja, begitu digigit dan dan di gerogoti oleh para semut, kerbau langsung terbangun dari tidurnya. Begitu terbangun dari tidurnya, kerbau merasa badannya gatal-gatal digigit semut, lalu membalikkan badannya, begitu membalikkan badan banyak semut-semut yang mati tertimpa oleh badannya yang besar. Melihat situasi demikian raja semut memerintah prajurit-prajuritnya segera lari dari sana, sebelum dia selesai berkata, kerbau sudah berdiri dan berjalan menuju ke sungai. Para semut dengan ketakutan berteriak meminta tolong! Kerbau sampai di sungai langsung mencebur dirinya kedalam sungai, para semut terapung diatas air dan dihanyutkan oleh air sungai.

Raja semut terhanyut sampai ditepi sungai dengan susah payah dia naik ke daratan, melihat semua prajurit-prajuritnya hilang dibawa arus, dengan menyesal dan suara keras dia menangis dengan sedih di pinggir sungai : ”Semua ini terjadi karena rakus dan sial, Kenapa saya demikian tamak!”

Ada pepatah mengatakan : ”Sedikit lama-lama menjadi bukit.” Pepatah ini setiap orang pasti tahu, tetapi hanya beberapa orang yang bisa mengerti maknanya, manusia jika sudah tergiur oleh nama, jabatan dan harta akan lupa daratan, sehingga lupa diri, kesalahan kecil seseorang akan membuatnya kehilangan nama, harta dan jabatan, kesalahan besar sebuah Negara akan membuat Negara itu hancur. Mari kita bersama-sama mempertahankan watak dasar kita yang sejati dan baik supaya terhindar dari malapetaka.

Senin, 08 Juni 2009

Bolehkah Saya Mendapat Sedikit Cahaya?

Cerpen, Cerita Pendek untuk Anak, Bolehkah Saya Mendapat Sedikit Cahaya?

Disebuah rumah mungil dipinggir hutan, tinggal sebatang lilin kecil. Ketika hari menjelang malam pemilik rumah tersebut menyalakan lilin kecil itu. Tiba-tiba datang angin besar menerobos masuk ke jendela rumah itu. Wusshh! Si Lilin Kecil ini merasakan apinya telah padam. “Aduh, aku harus segera mencari cahaya, hari sudah semakin gelap”, kata Lilin Kecil dengan panik.

Si Lilin Kecil lalu keluar dari rumah itu dan berteriak kepada Paman Matahari, “Paman, bolehkah aku meminta sedikit cahayamu?”


“O o! Mana mungkin Nak, jarak kita kan terlalu jauh! Lagipula Paman harus segera pulang, karena malam akan tiba. Daah”, kata Paman Matahari dengan terburu-buru.


Hari sudah beranjak malam, si Lilin Kecil terus berjalan mencari cahaya. Tiba-tiba dia melihat kilatan lampu mobil, dengan terburu-buru dia mengejar cahaya lampu mobil itu. “Tunggu! Tunggu! Lampu mobil, tolonglah aku!”, teriak Lilin Kecil sambil berlari-lari. “Aduh!”, jerit Lilin Kecil, rupanya dia berlari dengan menggebu-gebu sehingga tidak melihat jalan dan menabrak tiang listrik. “Lilin Kecil hati-hatilah kalau berjalan,” kata Paman Tiang Listrik.


“Oh, maafkan saya, sebenarnya saya hanya ingin meminta sedikit cahaya, tetapi tidak ada yang menghiraukan saya,” kata Lilin Kecil tertunduk sedih.


“Sudahlah jangan bersedih hati,” kata Paman Tiang Listrik. “Paman punya teman kecil bernama Lampu Meja. Dia tinggal diseberang jalan itu. Cobalah menemuinya, mungkin dia bisa membantu masalahmu.”


Seketika itu wajah Lilin Kecil berubah gembira, setelah mengucapkan terima kasih kepada Paman Tiang Listrik. Lilin kecil pergi menemui si Lampu Meja.


“Cobalah masukkan sumbumu kedalam saklar itu, saya mendapatkan cahaya juga berasal dari sana”, saran si Lampu Meja. Si Lilin Kecil itu dengan tidak sabar menancapkan sumbunya kedalam saklar tersebut. Tetapi kok tidak terjadi reaksi apa-apa ya. Berulang kali dicobanya, namun tetap tidak berhasil. De-ngan hati kecewa si Lilin Kecil meninggalkan tempat itu.


Si Lilin Kecil pulang dengan menundukkan kepala dan langkah gontai. Dia merasa benar-benar putus asa. Ketika pikirannya sedang berkecamuk sedih, tiba-tiba dia mendengar jeritan mengaduh. Oh, rupanya si Lilin Kecil lagi-lagi menabrak sesuatu. “Aduh! Maafkan saya Korek Api, saya tidak melihatmu karena saya sibuk memikirkan kemana lagi mencari cahaya,” kata Lilin Kecil. “Oh, kamu sedang mencari cahaya? Cepatlah julurkan sumbumu kesini, aku punya cahaya,” kata si Korek Api. “Waah, benarkah? Baiklah kalau begitu”, kata si Lilin Kecil penuh semangat. “Aduh Korek Api, Engkau baik hati sekali mau membantuku. Maukah engkau menjadi temanku?”


“Aku senang menjadi temanmu, Lilin Kecil. Ttt…tapi aku akan segera mati”, kata Korek Api dengan lemas.


“Tidak, tidak, aku tidak mau begini! Janganlah mati,” kata Lilin Kecil sambil menangis tersedu-sedu.

“Jjj…jangan sedih Lilin Kecil. Meskipun aku sudah tiada, tetapi cahayaku senantiasa berada di tubuhmu.”


Dan akhirnya si Korek Api itu benar-benar telah mati, namun cahaya Lilin Kecil telah menerangi rumah mungil itu sepanjang malam.


Nah adik-adik, Lilin Kecil ini menggambarkan sebuah perjuangan dan ketulusan hati demi penerangan disekelilingnya, sedangkan si Korek api menggambarkan sebuah pengorbanan sampai akhir hayatnya juga demi orang lain. Persahabatan antara Lilin Kecil dan Korek Api walaupun sekejap, namun kerukunan dan ketulusan mereka telah memberikan manfaat yang besar kepada lingkungan sekitar. Sampai jumpa.